Kamis, 18 Desember 2014

liberalisme



1.1 Arti liberal dan liberalisme.
            Dua kata ( liberal dan liberalisme) tersebut sering digunakan dalam konteks yang sedemikian bervariasi, bahkan sering bertentangan, sehingga dapat membingungkan. Arti dua kata itu juga mengalami perkembangan dalam pejalanan sejarah sehingga keduanya dapat berarti positif maupu negative, dapat diartikan sebagai sikap batin, cara berfikir, ataupun suatu idiologi.
a.       Arti positif,
Liberal dalam arti positif adalah sikap batin yang merdek. Liberalisme lalu berarti paham yang menjunjung tinggi kemerdekan batin, yang menolak segala macam pembatasan( berlawanan dengan paham determinisme dan naturalisme), termasuk disini suatu kesadaran bahwa karena kemerdekaannya manusia mempunyai kemampuan untuk merealisasikan dirinya. Apa pun tindakan manusia selama ia menggunakan akal dan kehendak bebasnya, tindakan itu harus dapat dibenarkan.
b.      Arti negatif
Liberal dalam arti negative adalah sikap batin semaunya saja, tidak ambil pusing  dalam aturan atau patokan. Menolak dalam semua konvensi, tradisi, atau apa pun yang dianggap membatasi kebebasannya. Liberalism lalu diartikan sebagai paham yang mengajarkan sikap orang untuk berbuat semaunya, keluar dari norma yang berlaku, pemberontak dari hal-hal yang tradisional. Arti inilah yang  dimaksudkan PM Inggris Margareth Thatcher menuduh tokoh-tokoh partai buruh sebagai kaum liberal yang menjadi lawan kaum konservatif. Konservatisme lalu bersikap batin yang cenderung memelihara apa yang dianggap bernilai tinggi dalam tradisi.


Cara lain untuk menghindari kerancuan arti  liberalisme adalah dengan menempatkannya dalam kontek yang tepat. Yaitu:
a.       Konteks personal
Liberalisme dalamkonteks personal ingin mengatakan bahwa para penganut liberalisme atau orang yang oiberal adalah orang yang mempunyai sikap, cara berfikir, mentalitas yang kritis terhadap adat-istiadat, cara teradisi dan konvensi. Ia tidak mau terikat pada yang sudah ditetapkan atau yang sudah mapan, tetapi terbuka kepada kemungkinan-kemungkinan lain yang memnurut pertingbangan akalnya akan lebih baik dan bermanfaat. Dalam arti ini liberalisme merupakan suatu metode, dan bukan suatu ajaran, doktrin ataupun idiologi.
b.      Konteks ekonomi
Liberalism dalam konteks ekonomi ingin mengatakan bahwa hidup perekonomian merupakan bidang yang harus dikembangkan sesuia dengan kodrat manusia yang bebas, sehingga perekonomian memang seharusnya berdasar atas prinsip pasar bebas( free market). Artinya semua hubungan ekonomi tercipta oleh pasar bebas, campur tangan dari pihak penguasa mana pun tidak dapat dibenarkan. Dasar filosofisnya bahwa manusia yang merdeka mengetahui sendiri apa yang paling baik bagi dirinya sendiri. Biarlah dia memenuhi kebutuhannya sendiri sesuai dengan seleranya dan kehendaknya sendiri. Yang baik bagi seseorang adalah mendatangkan kenikmatan yang buruk adalah yang mendatangkan rasa sakit ( filsafat hedonism dan utilitarisme dari Jeremy bentam). Nilai sesuatu akan ditentukan oleh hukum penawaran dan permintaan.
Peraturan dari pemerintah yang mengatur harga barang dan jasa tidak dapat dipertahankan. Liberalisme dalam konteks yang ektrem terjadi dalam era liberalisme klasik, dimana berlaku semboyan: laissez faire, laissez passer, taut le monde va luimeme ( biar terjadi biar berlalu, semuanya akan terjadi denga semdirinya) dalam pengertian ini pemerinta yang baik adalah yang campur tangan sesedikit mungkin  dalam bidang ekonomi, bahkan dalam bidang-bidang lain dapat ditangani oleh masyarakat atau swasta.
c.       Konteks politik
Liberalism dalam konteks politik mengandung makna menentang segala bentuk pemerintahan yang otoriter, seperti dalam monarki absolute atau  dictator. Paham ini mencurigai segala bentuk kuasa, karena kuasa cenderung berkembang menjadi semakin besar dan menindas, maka harus selalu dibatasi . konstitusi adalah pembatasan bagi kekuasaan. Dasar filosofisnya adalah pandangan bahwa manusia individual itu tercipta dengan hak-hak yang tak dapat diambil oleh oarng lain. Kekuasaan politis diciptakan oleh individu-individu yang sama jadi tidak boleh meniadakan hak-hak asasinya sendiri. Liberalisme dalam konteks politik tidak dapat dipisahkan dari individualisme, serta pandangan kontraktual tentang Negara dan konstitusionalisme sebagaimana diajarkan oleh Thomas Hobbes, John Locke, Jeans Jacques Rousseau dan Montesquieu. 

1.2. akar-akr liberalisme
              Meskipun kata ‘’ liberalisme’’ untuk pertama kali dipakai di spanyol tahun 1811 (sebutan utuk pengaturan Negara secara konstitusional sebagai pengaruh revolusi prancis zaman napoleon) akan tetapi paham itu mempunyai akar yang lebih jauh dan dalam. Kesadran bahwa sebagai individu mansuia mempunyai tanggung jawab pribadi bahwa tanggung jawab terakhir tidak dapat dibebankan pada orang lain, sudah terdapat ajaran para nabi, dalam tradisi yahudi-kristen, dalam ajaran para filsuf yunani sejak sebelum Socrates, ‘’sabda bahagia ‘’ dalam injil. Manusia harus mempertanggungjawabkan segala tindakannya sendiri, tidak dapat minta tolong kepada orang lain. Tetapi dominasi dalam bidang keagamaan dan kebudayaan dari gereja selama abad pertengahan belum memungkinkan individualism ( dalam arti positif dan negatif) itu berkembang.
              Liberalism benar-benar berkembang mulai kira-kira pada abad ke-14, pada akhir abad pertengahan dan awal zaman renaissance. Pada waktu itu struktur sosial eropa  mengalami perubaha yang mendasar, dengan munculnya golongan baru yaitu borjuis. Sebelumnya selama berabad-abad struktur  masyarakat terbagi  menjadi tiga golongan: rohaniawan, bangsawan, dan rakyat dalam abadi atau kawula. Penggolongan ini lebih mencerminkan berbagai status atau derajat, dari situ  muncul pengertian ‘’ estate’’ yang dipakai dalam ‘’general estate’’. Status tercipta karena karena sistem kepemilikan tanah. Hidup perekonomian terpusat pada mereka yang mempunyai tanah, yang tinggal di ‘’manor’’ ( kastil atau istana bangsawan). Dari situ timbul istilah ‘’manorial economy’’. Ketika kerajinan atau industry rumahan dan perdagangan mulai berkembang, ‘’manorial economy’’ beralih ke ‘’money economy’’ dan pusat kegiatan ekonomi beralih ke kota-kota.   Kaum pedagang ini mempuyai cirri-ciri yang berbeda dari mereka yang dapat digolongkan dalam salah satu dari tiga statu di atas. Adapun cirri-ciri golongan borjuis yang pokok adalah:
a.       Secara alami mereka memusuhi golongan atau kelompok yang sudah mapam dan mempunyai privilese. Mereka mempunyai antipasti terhadap semua jenis otoritas baik kegerejaan maupun sekuler. Mereka mempunyai pandangan bahwa hubungan sosial dan politik pada hakikatnya bersifat kontrktual dan struktur sosial-politik seperti de facto ada itu dapat diubah, bukan hasil proses alamiah yang akan berlangsung selamanya. Mereka mempuyai konsep baru tentang kemerdekaan yaitu bebas dari segala pembatasan dari luar. Pandangan ini berbeda dari paham klasik tentang kebebasn di mana manusia bebas untuk mencapai kesempurnaan dalan statusnya masing-masing
b.      Beberapa factor pendukung perkembangan liberalisme adalah iklim antroposentris, intelektual dan individualism. Pandangan tentan manusia pada zaman renaissance bersifat antroposentris, manusia menjadi pusat segala-galanya. dipandang dari masa sebelumnya yaitu abad pertengahan , cara berpikir ini merupakan revolusi besar. Sebelumnya yang menjadi pusat dari degala sesuatu adalah Tuhan. Maka semua yang bersifat rohani, spiritual supernatural, amat dijunjung tinggi. Akibatnya positif dari antroposentrisme ini adalah bahwa manusia berani untuk menjelajahi wilayah-wilayah yang dahulu dianggap tabu oleh ajaran agama yaitu wilayah dalam diri manusia dan wilayah di luar manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar