Rabu, 17 Desember 2014

MODELPROBLEM BASED LEARNING (PBL) DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH




MAKALAH
MODELPROBLEM BASED LEARNING (PBL)
DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
Dosen Pengampuh Dr.Suranto, M.Pd




Oleh:

Wahyu Bagustiadi     
120210302014






PRODI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

KATA PENGANTAR


Puji syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul“ModelProblem Based Learning (PBL) Dalam Pembelajaran Sejarah”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan materi kuliah Strategi Belajar Mengajar.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bentuk berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis disini menyampaikan terima kasih kepada:
1.    Dr. Suranto, M.Pd.,yang telah memberikan bimbingan  dan arahan dalam pembuatan makalah ini.
2.    Teman-teman yang telah memberikan motivasi, dan telah memberikan masukan-masukan dalam pembuatan makalah ini.
3.    Para penulis yang sumber penulisannya telah kami kutip sebagai bahan rujukan.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan juga membantu pembaca untuk lebih memahami mengenai materi trategi Belajar Mengajar.Selain itu penulis juga menerima segala kritikan dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.


Jember, 9 November 2014

Penulis






DAFTAR ISI


halaman

BAB 1. PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang


Dalam perkembangannya, pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dilandasi oleh teori belajar konstruktivisme, teori perkembangan kognitif, dan teori belajar penemuan Jerome Burner. 

a. Teori Belajar Konstruktivisme 

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivisme. Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama, dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai.10 Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesutunya sendiri, dan berusaha dengan susah payah dengan ide-idenya sendiri.10 Menurut teori konstruktivisme ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekadar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini dengan memberi kesempatan siswa menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. 

b. Teori Perkembangan Kognitif 

Teori belajar kognitif pertama kali dikenalkan oleh Piaget. Menurutnya, perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu, Nur (Trianto, 2007) berpendapat bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya beragumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis.10 Menuru teori Piaget, setiap individu pada saat mulai dari bayi yang baru lahir sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif. 

Empat tingkat perkembangan kognitif tersebut diantaranya (Dahar, 1989) :13

1) Sensori-motor (mulai lahir-2 tahun) 

2) Pra-operasional (2-7 tahun) 

3) Operasional konkret (7-11 tahun) 

4) Operasional formal (11 tahun- dewasa) 

Teori Perkembangan Piaget, memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan memahami realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka. 

c. Teori Penemuan Jerome Bruner 

Teori belajar yang paling melandasi pembelajaran PBL adalah teori belajar penemuan (discovery learning) yang dikembangkan oleh Jerome Bruner pada tahun 1966. Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermaknaBruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melaui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimeneksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prisip-prinsip itu sendiri. 


1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan rincian yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa definisi ModelProblem Based Learning (PBL) ?
2.      Apa alasan bahwa ModelProblem Based Learning (PBL) cocok untuk pembelajaran sejarah dalam memvisualisasikan suatu peristiwa?
3.      Bagaimana langkah-langkah pembelajaran ModelProblem Based Learning (PBL) secara konkrit?
4.      Apakelebihan ModelProblem Based Learning (PBL)?
5.      Apa kelemahan ModelProblem Based Learning (PBL)?

1.3  Tujuan

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami:
1.      Mengetahui definisi ModelProblem Based Learning (PBL)
2.      Memahami alasan bahwa ModelProblem Based Learning (PBL) cocok untuk pembelajaran sejarah dalam memvisualisasikan suatu peristiwa
3.      Mengetahui langkah-langkah pembelajaran ModelProblem Based Learning (PBL)  secara konkrit
4.      Mengetahuikelebihan ModelProblem Based Learning (PBL)
5.      Mengetahui kelemahan ModelProblem Based Learning (PBL)


                                                  

BAB 2. PEMBAHASAN


2.1  Definisi ModelProblem Based Learning (PBL)

Model  Problem Based Learning  adalah model pembelajaran  dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga  siswa dapat  menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh  kembangkan  keterampilan yang  lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri (menurut Arends dalam Abbas, 2000:13).Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan ketrampilan berfikir kritis dan pemecahan masalah serta mendapatkan pengetahuan konsep- konsep penting, dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai ketrampilan mengarahkan diri. Pembelajaran berbasis masalah penggunaannya di dalam tingkat berfikir yang lebih tinggi, dalam situasi berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar.
Problem Based Learning  atau Pembelajaran berbasis masalah meliputi pengajuan pertanyaan atau  masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerjasama dan menghasilkan karya serta peragaan. Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya pada siswa. Pembelajaran berbasis masalah antara lain bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan
ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah (Ibrahim 2002 : 5).
Dalam pembelajaran berbasis masalah, perhatian pembelajaran tidak hanya pada perolehan pengetahuan deklaratif, tetapi juga perolehan pengetahuan prosedural.Oleh karena itu penilaian tidak hanya cukup dengan tes.Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa sebagai hasil pekerjaan mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama-sama. Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan siswa tersebut, penilaian ini antara lain 7
1. asesmen kerja, asesmen autentik dan portofolio. Penilaian proses bertujuan agar guru dapat melihat bagaimana siswa merencanakan pemecahan masalah, melihat bagaimana siswa menunjukkan pengetahuan dan ketrampilannya. Airasian dalam  Diah Eko Nuryenti (2002) menyatakan bahwa penilaian kinerja memungkinkan siswa menunjukkan apa yang dapat mereka lakukan dalam situasi yang sebenarnya. Sebagian masalah dalam kehidupan nyata bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan zaman dan konteks atau lingkungannya, maka disamping pengembangan kurikulum juga perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai tujuan kurikulum yang memungkinkan siswa dapat secara aktif mengembangkan kerangka berfikir dalam memecahkan masalah serta kemampuannya untuk bagaimana belajar (learning how to learn). Dengan kemampuan atau kecakapan tersebut diharapkan siswa akan mudah beradaptasi. Dasar pemikiran pengembangan strategi pembelajaran tersebut sesuai dengan pandangan kontruktivis yang menekankan kebutuhan siswa untuk menyelidiki lingkungannya dan membangun pengetahuan secara pribadi pengetahuan bermakna (Ibrahim, 2000:19).
Ketika siswa masuk kelas mereka tidak dalam keadaan kosong, melainkan mereka telah memiliki pengetahuan awal.Berdasarkan pemikiran tersebut maka pembelajaran Pekerjaan Dasar Konstruksi Bangunan perlu diawali dengan mengangkat permasalahan yang sesuai dengan lingkungannya (permasalahan kontekstual).Menurut Arends (dalam Abbas, 2000:13), pertanyaan dan masalah yang diajukan haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut.
a.  Autentik,  yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa dari pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.

b.  Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.

c.  Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.

d.  Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran, yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia.  Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

e.  Bermanfaat,  yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.
             Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.  Produk itu dapat berupa transkip debat, laporan, model fisik, video atau program komputer (Ibrahim & Nur, 2000:5-7 dalam Nurhadi, 2003:56) Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama lain (paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil). Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berfikir.
       Menurut Lepinski (2005) tahap-tahap pemecahan masalah sebagai berikut ini, yaitu: 1) penyampaian ide  (ideas), 2) penyajian fakta yang diketahui  (known facts), 3) mempelajari masalah (learning issues), 4) menyusun rencana tindakan, (action plan) dan 5) evaluasi (evaluation).
Tahap 1: Penyampaian Ide  (Ideas) Pada tahap ini dilakukan secara curah pendapat (brainstorming). Pebelajar merekam semua daftar masalah (gagasan,ide) yang akan dipecahkan. Mereka kemudian diajak untuk melakukan penelaahan terhadap ide-ide yang dikemukakan atau mengkaji pentingnya relevansi ide berkenaan dengan masalah yang akan dipecahkan (masalah actual, atau masalah yang relevan dengan 9  kurikulum), dan menentukan validitas masalah untuk melakukan proses kerja melalui masalah.
Tahap 2: Penyajian Fakta yang Diketahui  (Known Facts) Pada tahap ini, mereka  diajak mendata sejumlah fakta pendukung sesuai dengan masalah yang telah diajukan. Tahap ini membantu mengklarifikasi kesulitan yang diangkat dalam masalah. Tahap ini mungkin juga mencakup pengetahuan yang telah dimiliki oleh mereka  berkenaan dengan isu-isu khusus, misalnya pelanggaran kode etik, teknik pemecahan konflik, dan sebagainya.

Tahap 3: Mempelajari Masalah  ( Learning Issues)Pebelajar diajak menjawab pertanyaan tentang, “Apa yang perlu kita ketahui untuk memecahkan masalah yang kita hadapi?”  Setelah melakukan diskusi dan konsultasi, mereka melakukan penelaahan atau penelitian dan mengumpulkan informasi.Pebelajar melihat kembali ide-ide awal untuk menentukan mana yang masih dapat dipakai.Seringkali, pada saat para pebelajar menyampaikan masalah-masalah, mereka menemukan cara-cara baru untukmemecahkan masalah. Dengan demikian, hal ini dapat menjadi sebuah proses atau tindakan untuk mengeliminasi ide-ide yang tidak dapat dipecahkan atau sebaliknya ide-ide yang dapat dipakai untuk memecahkan masalah.
Tahap 4: Menyusun Rencana Tindakan (Action Plan)Pada tahap ini, pebelajar diajak mengembangkan sebuah rencana tindakan yang didasarkan atas hasil temuan mereka. Rencana tindakan ini berupa sesuatu (rencana) apa yang mereka akan  lakukan atau berupa suatu rekomendasi saran-saran untuk memecahkan masalah.
Tahap 5: Evaluasi Tahap evaluasi ini terdiri atas tiga hal: 1) bagaimana pebelajar dan evaluator   menilai produk   (hasil akhir)   proses, 2) bagai-mana mereka menerapkan tahapan   PBM untuk bekerja melalui masalah, dan 3) bagaimana pebelajar akan menyampaikan pengetahuan hasil pemecahakan masalah atau sebagai bentuk pertanggung jawaban mereka.belajar menyampaikan hasil-hasil penilaian atau respon-respon mereka dalam berbagai bentuk yang beragam, misalnya secara lisan atau verbal,tertulis, atau sebagai suatu bentuk penyajian formal lainnya.  Evaluator menilai penguasaan bahan-bahan kajian pada tahap tersebut melalui pebelajar.  Sebagian dari evaluasi memfokuskan pada   pemecahan masalah oleh pebelajar maupun dengan cara melakukan proses belajar kolaborasi (bekerja bersama pihak lain). Suatu alat untuk menilai hasil dapat dipakai sebuah rubrik. Rubrik dipakai sebagai suatu alat pengukuran untuk menilai berdasarkan beberapa kategori, misalnya: 1) batas waktu, 2) organisasi tugas (proyek), 3) segi (kebakuan) bahasa, 4) kemampuan analisis, telaah, 5) kemampuan mencari sumber pendukung (penelitian, termasuk kajian literatur), 6) kreativitas (uraian dan penalaran), dan 7) bentuk penampilan penyajian.

2.2  Alasan ModelProblem Based Learning (PBL) Tepat untuk Pembelajaran Sejarah Dalam Memvisualisasikan Suatu Peristiwa

Menurut saya metode problem based learning (PBL) sangat cocok di terapkan pada pembelajaran sejarah karena Siswa dituntut untuk berfokus pada kreatifitas berpikir, pemecahan masalah, dan interaksi antara pelajar dengan teman sebaya untuk menciptakandan menggunakan pengetahuan baru. Dihdapkan kepada masalah, mengorganisasikan mengembangkan dan menyajikan karya dan menganalisa terhadap topik yang dipilih. Siswa  akan bekerja didalam tim, menemukan keterampilan merencanakan, mengorganisasi, bernegosiasi, dan membuat consensus tentang isu-ius tugas yang akan dikerjakan, siapa yang bertanggung jawab untuk setiap tugas, dan bagaiman informasi akan dikumpulkan dan dipresentasikan secara ilmiah.

2.3  Langkah-Langkah Pembelajaran Metode Problem Based Learning (PBL) Secara Konkrit

Kompetensi Dasar:
3.2  Menganalisis proses masuk dan perkembangan penjajahan bangsa Barat (Portugis, Belanda, Inggris) di Indonesia.
3.2.1        Menganalisis Kekuasaan Voc di Indonesia
3.2.2        Menganalisis kekuasaan Belanda di Indonesia
1.2  Mengolah informasi tentang proses masuk dan perkembangan penjajahan bangsa Barat di Indonesia dan menyajikannya dalam bentuk cerita sejarah.

Tujuan Pembelajaran:
1.      Dengan memperhatikan tayangan, siswa dapat menganalisis latar belakang dan tujuan datannya bangsa barat (Belanda) ke Indonesia
2.      Melalui  diskusi, siswa dapat menjelaskan jalur pelayaran dan kedatangan bangsa barat (Belanda) ke Indonesia.
3.      Melalui diskusi dan kerja kelompok, siswa dapat menganalisis mengapa bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa Belanda

Topik Pembelajaran:
1.      Perlawanan rakyat pribumi (Hasanuddin) kepada kaum penjajah (Belanda)

Model dan langkah-langkah
1.      Pendekatan                       : Saintifik, dengan langkah-langkah : mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasikan dan mengkomunikasikan
2.      Model pembelajaran          : Problem Based Learning
Pembelajaran ini secara umum dibagi tiga tahapan: kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, kegiatan penutup.
Kegiatan pendahuluan
a.       Guru meminta salah seorang murid memimpin do’a
b.      Guru bersama siswa mempersiapkan kelas agar lebih kondusif untuk proses belajar mengajar (kerapian dan kebersian ruang kelas, presensi, menyiapkan media dan alat serta buku yang diperlukan.)
c.       Guru menyampaikan topik pembelajaran dan tujuan serta kompetensi yang perlu dimiliki siswa.
d.      Guru membagi kelas menjadi empat kelompok: kelompok I,II,III,IV
Kegiatan Inti
a.       Siswa sudah berada di kelompok masin-masing.
b.      Guru menunjukkan contoh gambar perlawanan Perlawanan rakyat pribumi (Hasanuddin) kepada kaum penjajah (Belanda).
c.       Siswa diminta untk mengamati secara cermat.
d.      Siswa diminta untuk bertanya terkait dengan gambar tersebut.
e.       Guru memberi komentar terkait dengan berbagai oertanyaan yang muncul dari siswa. Guru menegaskan kembali tentang pentingnya memepelajari topik ini sebagai bagian dari upaya mempertahankan harga diri rakyat Indonesia, bentuk kecintaan terhadap kemerdekaaan.
f.       Guru kemudian menjelaskan cara kerja masing-masing kelompok. Kegiatan pembelajaran ini menggunakan pembelajaran berbasis masalah. Pertama setiap kelompok harus merumuskan masalah sesuai dengan materi masing-masing. Kemudian mendeskripsikan masalah dengan membuat pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab sesuai materi masing-masing. Masing-masing kelompok juga diminta merumuskan hipotesis. Kemudian dilakukan analisis untuk memecahkan asalah yang telah dirumuskan.
Kelompok I memecahkan masalah terkait dengan Bagaimana Penobatan Sultan Hasanuddin Menjadi Raja Gowa Ke-16, Kelompok II terkait dengan Bagaimana Masa Jaya Kerajaan Gowa, Kelompok III terkait dengan Bagaimana Perlawanan Sultan Hasanuddin terhadap Belanda, Kelompok IV terkait dengan Bagaimana Turun Tahta Dan Wafatnya Sultan Hasanuddin.
g.      Masing-masing kelompok dalam mengerjakan di kelas, perpustakaan, serta menggunakan fasilitas Laboratorim Multimedia (internet)
h.      Setelah kembali ke kelas, masing-masing kelompok mempresentasikan hasil rumusannya

Kegiatan Penutup

a.       Guru memberikan ulasan singkat tentang materi yang baru saja didiskusikan.
b.      Guru dapat menanyakan apakah peserta didikm sudah memahami materi tersebut.
c.       Guru memberikan pertanyaan lisan secara acak kepada peserta didik untuk mendapatkan umpan balaik atas pembelajaran yang baru saja berlangsung,
d.      Sebagai refleksi, guru bersama siswa menimpulkan tentang pelajaran yang baru saja berlangsung serta menanyakan kepada siswa, manfaat yang dapat diperoleh setelah mempelejari topik ini.

2.4  Kelebihan ModelProblem Based Learning (PBL)


1. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. 

2. Meningkatakan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa. 

3. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah dunia nyata. 

4. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu, PBM dapat mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya. 

5. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. 

6. Memberikan kesemnpatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. 

7. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. 

8. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari guna memecahkan masalah dunia nyata. 

9.      Dengan PBL akan terjadi pembelajaran  bermakna. Peserta didik/mahapeserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik/mahapeserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan

10.  Dalam situasi PBL, peserta     didik/mahapeserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan


11.  PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik/mahapeserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.



2.5  Kelemahan ModelProblem Based Learning (PBL)


Sama halnya dengan model pengajaran yang lain, PBL juga memiliki beberapa kelemahan/hambatan dalam penerapannya (Ricard I Arends dan Ibrahim dalam Rusmiyati, 2007: 17). Kelemahan dari pelaksanaan PBL adalah sebagai berikut:
1)      Kondisi kebanyakan sekolah tidak kondusif untuk pendekatan PBL. Dalam pelaksanaannya, PBL memerlukan sarana dan prasarana yang tidak semua sekolah memilikinya. Sebagai contoh, banyak sekolah yang belum memiliki fasilitas laboratorium cukup memadai untuk kelengkapan pelaksanaan PBL.
2)      Pelaksanaan PBL memerlukan waktu yang cukup lama. Standar 40-50 menit untuk satu jam pelajaran yang banyak dijumpai di berbagai sekolah tidak mencukupi standar waktu pelaksanaan PBL yang melibatkan aktivitas siswa di luar sekolah.
3)      Model PBL tidak mencakup semua informasi atau pengetahuan dasar.
4) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya. 

5) Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. 






BAB 3. SIMPULAN


Tahap 1: Penyampaian Ide  (Ideas) Pada tahap ini dilakukan secara curah pendapat (brainstorming). Pebelajar merekam semua daftar masalah (gagasan,ide) yang akan dipecahkan. Mereka kemudian diajak untuk melakukan penelaahan terhadap ide-ide yang dikemukakan atau mengkaji pentingnya relevansi ide berkenaan dengan masalah yang akan dipecahkan (masalah actual, atau masalah yang relevan dengan 9  kurikulum), dan menentukan validitas masalah untuk melakukan proses kerja melalui masalah.
Tahap 2: Penyajian Fakta yang Diketahui  (Known Facts) Pada tahap ini, mereka  diajak mendata sejumlah fakta pendukung sesuai dengan masalah yang telah diajukan. Tahap ini membantu mengklarifikasi kesulitan yang diangkat dalam masalah. Tahap ini mungkin juga mencakup pengetahuan yang telah dimiliki oleh mereka  berkenaan dengan isu-isu khusus, misalnya pelanggaran kode etik, teknik pemecahan konflik, dan sebagainya.

Tahap 3: Mempelajari Masalah  ( Learning Issues)Pebelajar diajak menjawab pertanyaan tentang, “Apa yang perlu kita ketahui untuk memecahkan masalah yang kita hadapi?”  Setelah melakukan diskusi dan konsultasi, mereka melakukan penelaahan atau penelitian dan mengumpulkan informasi.Pebelajar melihat kembali ide-ide awal untuk menentukan mana yang masih dapat dipakai.Seringkali, pada saat para pebelajar menyampaikan masalah-masalah, mereka menemukan cara-cara baru untukmemecahkan masalah. Dengan demikian, hal ini dapat menjadi sebuah proses atau tindakan untuk mengeliminasi ide-ide yang tidak dapat dipecahkan atau sebaliknya ide-ide yang dapat dipakai untuk memecahkan masalah.
Tahap 4: Menyusun Rencana Tindakan (Action Plan)Pada tahap ini, pebelajar diajak mengembangkan sebuah rencana tindakan yang didasarkan atas hasil temuan mereka. Rencana tindakan ini berupa sesuatu (rencana) apa yang mereka akan  lakukan atau berupa suatu rekomendasi saran-saran untuk memecahkan masalah.
Tahap 5: Evaluasi Tahap evaluasi ini terdiri atas tiga hal: 1) bagaimana pebelajar dan evaluator   menilai produk   (hasil akhir)   proses, 2) bagai-mana mereka menerapkan tahapan   PBM untuk bekerja melalui masalah, dan 3) bagaimana pebelajar akan menyampaikan pengetahuan hasil pemecahakan masalah atau sebagai bentuk pertanggung jawaban mereka.belajar menyampaikan hasil-hasil penilaian atau respon-respon mereka dalam berbagai bentuk yang beragam, misalnya secara lisan atau verbal,tertulis, atau sebagai suatu bentuk penyajian formal lainnya.  Evaluator menilai penguasaan bahan-bahan kajian pada tahap tersebut melalui pebelajar.  Sebagian dari evaluasi memfokuskan pada   pemecahan masalah oleh pebelajar maupun dengan cara melakukan proses belajar kolaborasi (bekerja bersama pihak lain). Suatu alat untuk menilai hasil dapat dipakai sebuah rubrik. Rubrik dipakai sebagai suatu alat pengukuran untuk menilai berdasarkan beberapa kategori, misalnya: 1) batas waktu, 2) organisasi tugas (proyek), 3) segi (kebakuan) bahasa, 4) kemampuan analisis, telaah, 5) kemampuan mencari sumber pendukung (penelitian, termasuk kajian literatur), 6) kreativitas (uraian dan penalaran), dan 7) bentuk penampilan penyajian.



DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar