
MAKALAH
MODELPROBLEM
BASED LEARNING (PBL)
DALAM
PEMBELAJARAN SEJARAH
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi
Belajar Mengajar
Dosen Pengampuh Dr.Suranto, M.Pd
Oleh:
Wahyu
Bagustiadi
120210302014
PRODI
PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul“ModelProblem Based Learning (PBL) Dalam Pembelajaran Sejarah”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah
satu syarat menyelesaikan materi kuliah Strategi
Belajar Mengajar.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bentuk berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis disini menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Suranto, M.Pd.,yang
telah memberikan bimbingan dan arahan
dalam pembuatan makalah ini.
2.
Teman-teman
yang telah memberikan motivasi, dan telah memberikan masukan-masukan dalam
pembuatan makalah ini.
3.
Para
penulis yang sumber penulisannya telah kami kutip sebagai bahan rujukan.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada pembaca dan juga membantu pembaca untuk lebih memahami mengenai materi trategi
Belajar Mengajar.Selain itu penulis juga menerima segala kritikan dan saran
dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Jember, 9 November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
halaman
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perkembangannya, pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) dilandasi oleh teori belajar konstruktivisme, teori perkembangan
kognitif, dan teori belajar penemuan Jerome Burner.
a. Teori Belajar Konstruktivisme
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan
dikelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivisme. Teori konstruktivisme
ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama, dan
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai.10 Bagi siswa
agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus
bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesutunya sendiri, dan berusaha
dengan susah payah dengan ide-idenya sendiri.10 Menurut
teori konstruktivisme ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi
pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekadar memberikan pengetahuan kepada
siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat
memberikan kemudahan untuk proses ini dengan memberi kesempatan siswa menemukan
atau menerapkan ide-ide mereka sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar dan
secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.
b. Teori Perkembangan Kognitif
Teori belajar kognitif pertama kali dikenalkan oleh
Piaget. Menurutnya, perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi
dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Piaget yakin bahwa
pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya
perubahan perkembangan. Sementara itu, Nur (Trianto, 2007) berpendapat bahwa
interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya beragumentasi dan berdiskusi
membantu memperjelas pemikiran yang akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih
logis.10 Menuru
teori Piaget, setiap individu pada saat mulai dari bayi yang baru lahir sampai
menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif.
Empat tingkat perkembangan kognitif tersebut
diantaranya (Dahar, 1989) :13
1) Sensori-motor (mulai lahir-2 tahun)
2) Pra-operasional (2-7 tahun)
3) Operasional konkret (7-11 tahun)
4) Operasional formal (11 tahun- dewasa)
Teori Perkembangan Piaget, memandang perkembangan
kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna
dan memahami realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi
mereka.
c. Teori Penemuan Jerome Bruner
Teori belajar yang paling melandasi pembelajaran PBL
adalah teori belajar penemuan (discovery learning) yang dikembangkan oleh
Jerome Bruner pada tahun 1966. Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai
dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya
memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri mencari pemecahan masalah
serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar
bermaknaBruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melaui
partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka
dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimeneksperimen yang
mengizinkan mereka untuk menemukan prisip-prinsip itu sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan rincian yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat ditarik
rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa
definisi ModelProblem Based Learning (PBL) ?
2.
Apa
alasan bahwa ModelProblem Based Learning (PBL) cocok untuk pembelajaran sejarah
dalam memvisualisasikan suatu peristiwa?
3.
Bagaimana langkah-langkah pembelajaran ModelProblem Based Learning (PBL) secara konkrit?
4.
Apakelebihan
ModelProblem Based Learning (PBL)?
5.
Apa
kelemahan ModelProblem Based Learning (PBL)?
1.3 Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas,
tujuan dari makalah ini yaitu
untuk mengetahui dan memahami:
1.
Mengetahui
definisi ModelProblem Based Learning (PBL)
2.
Memahami
alasan bahwa ModelProblem Based Learning (PBL) cocok untuk pembelajaran sejarah
dalam memvisualisasikan suatu peristiwa
3.
Mengetahui langkah-langkah pembelajaran ModelProblem Based Learning (PBL) secara konkrit
4.
Mengetahuikelebihan
ModelProblem Based Learning (PBL)
5.
Mengetahui
kelemahan ModelProblem Based Learning (PBL)
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Definisi ModelProblem Based Learning (PBL)
Model Problem Based Learning adalah model
pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga
siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh
kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan
siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri (menurut Arends dalam Abbas,
2000:13).Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai
sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan ketrampilan
berfikir kritis dan pemecahan masalah serta mendapatkan pengetahuan konsep-
konsep penting, dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa
mencapai ketrampilan mengarahkan diri. Pembelajaran berbasis masalah
penggunaannya di dalam tingkat berfikir yang lebih tinggi, dalam situasi
berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar.
Problem Based Learning atau Pembelajaran berbasis masalah
meliputi pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan
antar disiplin, penyelidikan autentik, kerjasama dan menghasilkan karya serta
peragaan. Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya pada siswa. Pembelajaran berbasis
masalah antara lain bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan
ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah (Ibrahim 2002 : 5).
Dalam pembelajaran berbasis masalah, perhatian pembelajaran tidak hanya pada perolehan pengetahuan deklaratif, tetapi juga perolehan pengetahuan prosedural.Oleh karena itu penilaian tidak hanya cukup dengan tes.Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa sebagai hasil pekerjaan mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama-sama. Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan siswa tersebut, penilaian ini antara lain 7
ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah (Ibrahim 2002 : 5).
Dalam pembelajaran berbasis masalah, perhatian pembelajaran tidak hanya pada perolehan pengetahuan deklaratif, tetapi juga perolehan pengetahuan prosedural.Oleh karena itu penilaian tidak hanya cukup dengan tes.Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa sebagai hasil pekerjaan mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama-sama. Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan siswa tersebut, penilaian ini antara lain 7
1. asesmen
kerja, asesmen autentik dan portofolio. Penilaian proses bertujuan agar guru
dapat melihat bagaimana siswa merencanakan pemecahan masalah, melihat bagaimana
siswa menunjukkan pengetahuan dan ketrampilannya. Airasian dalam Diah Eko
Nuryenti (2002) menyatakan bahwa penilaian kinerja memungkinkan siswa
menunjukkan apa yang dapat mereka lakukan dalam situasi yang sebenarnya.
Sebagian masalah dalam kehidupan nyata bersifat dinamis sesuai dengan
perkembangan zaman dan konteks atau lingkungannya, maka disamping pengembangan
kurikulum juga perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai tujuan
kurikulum yang memungkinkan siswa dapat secara aktif mengembangkan kerangka
berfikir dalam memecahkan masalah serta kemampuannya untuk bagaimana belajar
(learning how to learn). Dengan kemampuan atau kecakapan tersebut diharapkan
siswa akan mudah beradaptasi. Dasar pemikiran pengembangan strategi
pembelajaran tersebut sesuai dengan pandangan kontruktivis yang menekankan
kebutuhan siswa untuk menyelidiki lingkungannya dan membangun pengetahuan
secara pribadi pengetahuan bermakna (Ibrahim, 2000:19).
Ketika siswa masuk kelas mereka tidak dalam keadaan kosong,
melainkan mereka telah memiliki pengetahuan awal.Berdasarkan pemikiran tersebut
maka pembelajaran Pekerjaan Dasar Konstruksi Bangunan perlu diawali dengan mengangkat
permasalahan yang sesuai dengan lingkungannya (permasalahan
kontekstual).Menurut Arends (dalam Abbas, 2000:13), pertanyaan dan masalah yang
diajukan haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut.
a.
Autentik, yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata
siswa dari pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
b. Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.
c. Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
d. Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran, yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
e. Bermanfaat, yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.
Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu
dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau
mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu
dapat berupa transkip debat, laporan, model fisik, video atau program komputer
(Ibrahim & Nur, 2000:5-7 dalam Nurhadi, 2003:56) Pengajaran berbasis masalah
dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama lain (paling sering secara
berpasangan atau dalam kelompok kecil). Bekerja sama memberikan motivasi untuk
secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak
peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan
sosial dan keterampilan berfikir.
Menurut
Lepinski (2005) tahap-tahap pemecahan masalah sebagai berikut ini, yaitu: 1)
penyampaian ide (ideas), 2) penyajian fakta yang diketahui (known
facts), 3) mempelajari masalah (learning issues), 4) menyusun rencana tindakan,
(action plan) dan 5) evaluasi (evaluation).
Tahap 1:
Penyampaian Ide (Ideas) Pada tahap ini dilakukan secara curah pendapat
(brainstorming). Pebelajar merekam semua daftar masalah (gagasan,ide) yang akan
dipecahkan. Mereka kemudian diajak untuk melakukan penelaahan terhadap ide-ide
yang dikemukakan atau mengkaji pentingnya relevansi ide berkenaan dengan
masalah yang akan dipecahkan (masalah actual, atau masalah yang relevan dengan
9 kurikulum), dan menentukan validitas masalah untuk melakukan proses
kerja melalui masalah.
Tahap 2:
Penyajian Fakta yang Diketahui (Known Facts) Pada tahap ini, mereka
diajak mendata sejumlah fakta pendukung sesuai dengan masalah yang telah
diajukan. Tahap ini membantu mengklarifikasi kesulitan yang diangkat dalam
masalah. Tahap ini mungkin juga mencakup pengetahuan yang telah dimiliki oleh
mereka berkenaan dengan isu-isu khusus, misalnya pelanggaran kode etik,
teknik pemecahan konflik, dan sebagainya.
Tahap 3:
Mempelajari Masalah ( Learning Issues)Pebelajar diajak menjawab
pertanyaan tentang, “Apa yang perlu kita ketahui untuk memecahkan masalah yang
kita hadapi?” Setelah melakukan diskusi dan konsultasi, mereka melakukan
penelaahan atau penelitian dan mengumpulkan informasi.Pebelajar melihat kembali
ide-ide awal untuk menentukan mana yang masih dapat dipakai.Seringkali, pada
saat para pebelajar menyampaikan masalah-masalah, mereka menemukan cara-cara
baru untukmemecahkan masalah. Dengan demikian, hal ini dapat menjadi sebuah
proses atau tindakan untuk mengeliminasi ide-ide yang tidak dapat dipecahkan
atau sebaliknya ide-ide yang dapat dipakai untuk memecahkan masalah.
Tahap 4:
Menyusun Rencana Tindakan (Action Plan)Pada tahap ini, pebelajar diajak
mengembangkan sebuah rencana tindakan yang didasarkan atas hasil temuan mereka.
Rencana tindakan ini berupa sesuatu (rencana) apa yang mereka akan
lakukan atau berupa suatu rekomendasi saran-saran untuk memecahkan masalah.
Tahap 5:
Evaluasi Tahap evaluasi ini terdiri atas tiga hal: 1) bagaimana pebelajar dan
evaluator menilai produk (hasil akhir)
proses, 2) bagai-mana mereka menerapkan tahapan PBM untuk bekerja
melalui masalah, dan 3) bagaimana pebelajar akan menyampaikan pengetahuan hasil
pemecahakan masalah atau sebagai bentuk pertanggung jawaban mereka.belajar
menyampaikan hasil-hasil penilaian atau respon-respon mereka dalam berbagai
bentuk yang beragam, misalnya secara lisan atau verbal,tertulis, atau sebagai
suatu bentuk penyajian formal lainnya. Evaluator menilai penguasaan
bahan-bahan kajian pada tahap tersebut melalui pebelajar. Sebagian dari
evaluasi memfokuskan pada pemecahan masalah oleh pebelajar maupun
dengan cara melakukan proses belajar kolaborasi (bekerja bersama pihak lain).
Suatu alat untuk menilai hasil dapat dipakai sebuah rubrik. Rubrik dipakai
sebagai suatu alat pengukuran untuk menilai berdasarkan beberapa kategori,
misalnya: 1) batas waktu, 2) organisasi tugas (proyek), 3) segi (kebakuan)
bahasa, 4) kemampuan analisis, telaah, 5) kemampuan mencari sumber pendukung
(penelitian, termasuk kajian literatur), 6) kreativitas (uraian dan penalaran),
dan 7) bentuk penampilan penyajian.
2.2 Alasan ModelProblem Based Learning (PBL) Tepat untuk Pembelajaran Sejarah Dalam Memvisualisasikan Suatu Peristiwa
Menurut saya metode problem based learning (PBL) sangat cocok di
terapkan pada pembelajaran sejarah karena Siswa dituntut untuk berfokus pada kreatifitas berpikir,
pemecahan masalah, dan interaksi antara pelajar dengan teman sebaya untuk
menciptakandan menggunakan pengetahuan baru. Dihdapkan kepada masalah,
mengorganisasikan mengembangkan dan menyajikan karya dan menganalisa terhadap
topik yang dipilih. Siswa akan bekerja
didalam tim, menemukan keterampilan merencanakan, mengorganisasi, bernegosiasi,
dan membuat consensus tentang isu-ius tugas yang akan dikerjakan, siapa yang
bertanggung jawab untuk setiap tugas, dan bagaiman informasi akan dikumpulkan
dan dipresentasikan secara ilmiah.
2.3 Langkah-Langkah Pembelajaran Metode Problem Based Learning (PBL) Secara Konkrit
Kompetensi
Dasar:
3.2 Menganalisis
proses masuk dan perkembangan penjajahan bangsa Barat (Portugis, Belanda,
Inggris) di Indonesia.
3.2.1
Menganalisis Kekuasaan Voc di Indonesia
3.2.2
Menganalisis
kekuasaan Belanda di Indonesia
1.2 Mengolah
informasi tentang proses masuk dan perkembangan penjajahan bangsa Barat di
Indonesia dan menyajikannya dalam bentuk cerita sejarah.
Tujuan Pembelajaran:
1. Dengan
memperhatikan tayangan, siswa dapat menganalisis latar belakang dan tujuan
datannya bangsa barat (Belanda) ke Indonesia
2. Melalui diskusi, siswa dapat menjelaskan jalur
pelayaran dan kedatangan bangsa barat (Belanda) ke Indonesia.
3. Melalui
diskusi dan kerja kelompok, siswa dapat menganalisis mengapa bangsa Indonesia
dijajah oleh bangsa Belanda
Topik
Pembelajaran:
1. Perlawanan
rakyat pribumi (Hasanuddin) kepada kaum penjajah (Belanda)
Model
dan langkah-langkah
1. Pendekatan : Saintifik, dengan
langkah-langkah : mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasikan dan
mengkomunikasikan
2. Model
pembelajaran : Problem Based Learning
Pembelajaran ini secara umum dibagi tiga tahapan:
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, kegiatan penutup.
Kegiatan
pendahuluan
a.
Guru meminta
salah seorang murid memimpin do’a
b.
Guru bersama
siswa mempersiapkan kelas agar lebih kondusif untuk proses belajar mengajar
(kerapian dan kebersian ruang kelas, presensi, menyiapkan media dan alat serta
buku yang diperlukan.)
c.
Guru
menyampaikan topik pembelajaran dan tujuan serta kompetensi yang perlu dimiliki
siswa.
d.
Guru membagi
kelas menjadi empat kelompok: kelompok I,II,III,IV
Kegiatan Inti
a.
Siswa sudah
berada di kelompok masin-masing.
b.
Guru menunjukkan
contoh gambar perlawanan Perlawanan rakyat pribumi (Hasanuddin)
kepada kaum penjajah (Belanda).
c.
Siswa diminta
untk mengamati secara cermat.
d.
Siswa diminta
untuk bertanya terkait dengan gambar tersebut.
e.
Guru memberi
komentar terkait dengan berbagai oertanyaan yang muncul dari siswa. Guru
menegaskan kembali tentang pentingnya memepelajari topik ini sebagai bagian
dari upaya mempertahankan harga diri rakyat Indonesia, bentuk kecintaan
terhadap kemerdekaaan.
f.
Guru kemudian
menjelaskan cara kerja masing-masing kelompok. Kegiatan pembelajaran ini
menggunakan pembelajaran berbasis masalah. Pertama setiap kelompok harus
merumuskan masalah sesuai dengan materi masing-masing. Kemudian mendeskripsikan
masalah dengan membuat pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab sesuai materi
masing-masing. Masing-masing kelompok juga diminta merumuskan hipotesis.
Kemudian dilakukan analisis untuk memecahkan asalah yang telah dirumuskan.
Kelompok I
memecahkan masalah terkait dengan Bagaimana
Penobatan Sultan Hasanuddin Menjadi Raja Gowa Ke-16, Kelompok II terkait dengan
Bagaimana Masa Jaya Kerajaan
Gowa, Kelompok III terkait dengan Bagaimana Perlawanan Sultan Hasanuddin terhadap Belanda, Kelompok IV terkait dengan Bagaimana Turun Tahta Dan Wafatnya Sultan
Hasanuddin.
g.
Masing-masing kelompok dalam
mengerjakan di kelas, perpustakaan, serta menggunakan fasilitas Laboratorim
Multimedia (internet)
h.
Setelah kembali ke kelas,
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil rumusannya
Kegiatan Penutup
a.
Guru memberikan ulasan
singkat tentang materi yang baru saja didiskusikan.
b.
Guru dapat menanyakan apakah
peserta didikm sudah memahami materi tersebut.
c.
Guru memberikan pertanyaan
lisan secara acak kepada peserta didik untuk mendapatkan umpan balaik atas
pembelajaran yang baru saja berlangsung,
d.
Sebagai refleksi, guru
bersama siswa menimpulkan tentang pelajaran yang baru saja berlangsung serta
menanyakan kepada siswa, manfaat yang dapat diperoleh setelah mempelejari topik
ini.
2.4 Kelebihan ModelProblem Based Learning (PBL)
1. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan
untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
2. Meningkatakan motivasi dan aktivitas pembelajaran
siswa.
3. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa
untuk memahami masalah dunia nyata.
4. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan
barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping
itu, PBM dapat mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap
hasil maupun proses belajarnya.
5. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis
dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan
baru.
6. Memberikan kesemnpatan bagi siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
7. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus
menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
8. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang
dipelajari guna memecahkan masalah dunia nyata.
9.
Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna.
Peserta didik/mahapeserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka
mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui
pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas
ketika peserta didik/mahapeserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep
diterapkan
10. Dalam
situasi PBL, peserta didik/mahapeserta didik
mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan
mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan
11. PBL dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta
didik/mahapeserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan
dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
2.5 Kelemahan ModelProblem Based Learning (PBL)
Sama halnya dengan model pengajaran yang lain, PBL
juga memiliki beberapa kelemahan/hambatan dalam penerapannya (Ricard I Arends
dan Ibrahim dalam Rusmiyati, 2007: 17). Kelemahan dari pelaksanaan PBL adalah
sebagai berikut:
1) Kondisi
kebanyakan sekolah tidak kondusif untuk pendekatan PBL. Dalam pelaksanaannya,
PBL memerlukan sarana dan prasarana yang tidak semua sekolah memilikinya.
Sebagai contoh, banyak sekolah yang belum memiliki fasilitas laboratorium cukup
memadai untuk kelengkapan pelaksanaan PBL.
2) Pelaksanaan PBL
memerlukan waktu yang cukup lama. Standar 40-50 menit untuk satu jam pelajaran
yang banyak dijumpai di berbagai sekolah tidak mencukupi standar waktu
pelaksanaan PBL yang melibatkan aktivitas siswa di luar sekolah.
3) Model PBL tidak
mencakup semua informasi atau pengetahuan dasar.
4) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak
mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan,
maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya.
5) Untuk sebagian siswa
beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah
yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin
pelajari.
BAB 3. SIMPULAN
Tahap 1: Penyampaian Ide (Ideas) Pada tahap ini dilakukan
secara curah pendapat (brainstorming). Pebelajar merekam semua daftar masalah
(gagasan,ide) yang akan dipecahkan. Mereka kemudian diajak untuk melakukan
penelaahan terhadap ide-ide yang dikemukakan atau mengkaji pentingnya relevansi
ide berkenaan dengan masalah yang akan dipecahkan (masalah actual, atau masalah
yang relevan dengan 9 kurikulum), dan menentukan validitas masalah untuk
melakukan proses kerja melalui masalah.
Tahap 2: Penyajian Fakta yang Diketahui (Known Facts) Pada
tahap ini, mereka diajak mendata sejumlah fakta pendukung sesuai dengan
masalah yang telah diajukan. Tahap ini membantu mengklarifikasi kesulitan yang
diangkat dalam masalah. Tahap ini mungkin juga mencakup pengetahuan yang telah
dimiliki oleh mereka berkenaan dengan isu-isu khusus, misalnya
pelanggaran kode etik, teknik pemecahan konflik, dan sebagainya.
Tahap 3: Mempelajari Masalah ( Learning Issues)Pebelajar
diajak menjawab pertanyaan tentang, “Apa yang perlu kita ketahui untuk
memecahkan masalah yang kita hadapi?” Setelah melakukan diskusi dan
konsultasi, mereka melakukan penelaahan atau penelitian dan mengumpulkan
informasi.Pebelajar melihat kembali ide-ide awal untuk menentukan mana yang
masih dapat dipakai.Seringkali, pada saat para pebelajar menyampaikan
masalah-masalah, mereka menemukan cara-cara baru untukmemecahkan masalah.
Dengan demikian, hal ini dapat menjadi sebuah proses atau tindakan untuk
mengeliminasi ide-ide yang tidak dapat dipecahkan atau sebaliknya ide-ide yang
dapat dipakai untuk memecahkan masalah.
Tahap 4: Menyusun Rencana Tindakan (Action Plan)Pada tahap ini,
pebelajar diajak mengembangkan sebuah rencana tindakan yang didasarkan atas
hasil temuan mereka. Rencana tindakan ini berupa sesuatu (rencana) apa yang
mereka akan lakukan atau berupa suatu rekomendasi saran-saran untuk
memecahkan masalah.
Tahap 5: Evaluasi Tahap evaluasi ini terdiri atas tiga hal: 1)
bagaimana pebelajar dan evaluator menilai produk (hasil
akhir) proses, 2) bagai-mana mereka menerapkan tahapan
PBM untuk bekerja melalui masalah, dan 3) bagaimana pebelajar akan menyampaikan
pengetahuan hasil pemecahakan masalah atau sebagai bentuk pertanggung jawaban
mereka.belajar menyampaikan hasil-hasil penilaian atau respon-respon mereka
dalam berbagai bentuk yang beragam, misalnya secara lisan atau verbal,tertulis,
atau sebagai suatu bentuk penyajian formal lainnya. Evaluator menilai
penguasaan bahan-bahan kajian pada tahap tersebut melalui pebelajar.
Sebagian dari evaluasi memfokuskan pada pemecahan masalah oleh
pebelajar maupun dengan cara melakukan proses belajar kolaborasi (bekerja
bersama pihak lain). Suatu alat untuk menilai hasil dapat dipakai sebuah
rubrik. Rubrik dipakai sebagai suatu alat pengukuran untuk menilai berdasarkan
beberapa kategori, misalnya: 1) batas waktu, 2) organisasi tugas (proyek), 3)
segi (kebakuan) bahasa, 4) kemampuan analisis, telaah, 5) kemampuan mencari
sumber pendukung (penelitian, termasuk kajian literatur), 6) kreativitas
(uraian dan penalaran), dan 7) bentuk penampilan penyajian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar